ا بِي لَعَلَّھُمْ یَرْشُدُونَوَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِیبٌ أُجِیبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْیَسْتَجِیبُوا لِي وَلْیُؤْمِنُو
“Dan
jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka
(katakanlah bahwa) sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan hamba
yang berdo’a jika ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala) perintah-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka
selalu berada dalam kebenaran” [QS. Al-Baqarah: 186]
Keberadaan ayat ini di tengah-tengah ayat tentang Ramadhan, mengandung
hikmah yang begitu mendalam. Al-Hafizh Ibnu Katsir mengupas hikmah tersebut
dalam kitab tafsirnya yang terkenal, beliau mengatakan:
عِدَّةِ بَلْ عَلَى الدُّعَاءِ مُتَخَلِّلَةً بَیْنَ أَحْكَامِ الصِّیَامِ، إِرْشَادٌ إِلَى الْإجْتِھَادِ فِيْ الدُّعَاءِ عِنْدَ إِكْمَالِ الْ وَفِيْ ذِكْرِهِ تَعَالَى ھٰذِهِ الْآیَةَ الْبَاعِثَةَ وَعِنْدَ كُلِّ فِطْرٍ
“Firman
Allah ta’ala pada ayat ini perihal motivasi berdo’a yang disebutkan di
sela-sela ayat tentang hukum-hukum seputar puasa (Ramadhan), menyiratkan
petunjuk untuk bersungguh-sungguh dalam berdo’a saat menyempurnakan puasa,
bahkan saat berbuka...” [Tafsir Ibnu Katsir: I/hal. 471, cet. Daar Ibnu Hazm
1419-H]
Sejarah emas Islam mencatat bahwasanya kemenangan terbesar umat ini pada
Perang Badr terjadi di bulan Ramadhan, tepatnya 2 tahun setelah hijrah. Dan itu
tentu saja tidak lepas dari sebab munajat dan do’a kepada Rabbul ‘Aalamiin. Ali
bin Abi Thalib radhiallahu’anhu mengisahkan:
فَإِنَّھُ كَانَ یُصَلِّى إِلَى شَجَرَةٍ وَیَدْعُو حَتَّى -صلى الله علیھ وسلم-تُنَا لَیْلَةَ بَدْرٍ وَمَا مِنَّا إِنْسَانٌ إِلاَّ نَائِمٌ إِلاَّ رَسُولَ اللَّھِ لَقَدْ رَأَیْ أَصْبَحَ
“Sungguh
aku melihat kami pada malam (perang) Badr, di mana tidak ada satu pun di antara
kami melainkan ia tertidur, kecuali Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam,
beliau sholat menghadap pohon dan berdo’a (kepada Allah) sampai subuh...”
[Hadist Shahih, riwayat Ahmad no. 1161]
Dan kita tahu bahwa keeseokan harinya, Allah menjawab do’a tersebut
dengan menurunkan ribuan bala tentara Malaikat untuk menolong kaum muslimin
yang berjumlah sedikit dan lemah waktu itu. Ini adalah salah satu bukti, betapa
dahsyatnya do’a di bulan yang suci ini. Mereka yang dekat dengan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam, sangat memahami betapa Ramadhan adalah waktu yang
istimewa untuk memanjatkan do’a tanpa rasa takut akan ditolak. Lihatlah
bagaimana ‘Aisyah radhiallahu’anha meminta do’a khusus dari Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam untuk dibaca saat Lailatul Qadr, beliau radhiallahu’anha
berkata:
Wahai
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, jikalau aku mendapati satu malam
(Ramadhan) ternyata adalah Lailatul Qadr, maka do’a apa yang aku ucapkan? Maka
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab; ucapkanlah:
اللَّھُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِیْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
“Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah. Engkau mencintai
maaf, maka maafkanlah aku.” [Sunan Ibnu Majah no. 3850, dishahihkan al-Albani]
SUMBER-SUMBER KEKUATAN DO’A
Do’a
adalah sebab terkuat dalam menolak perkara-perkara yang tidak disukai (seperti
musibah dan bencana), dan do’a juga merupakan sebab terkuat dalam usaha meraih
cita-cita. Namun pengaruh yang dihasilkan dari kekuatan do’a setiap hamba,
berbeda-beda. Berikut ini adalah beberapa perkara yang sepatutnya diilmui oleh
setiap mukmin dalam berdo’a kepada Allah, agar do’a yang dipanjatkannya
memberikan pengaruh yang luar biasa ampuhnya baik di kehidupan dunia maupun di
akhirat.
Yakin Akan Terkabulnya Do’a
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
ادْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ لاَ یَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdo’alah
kepada Allah, disertai keyakinan kalian akan ijabah (terkabulnya do’a), dan
ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah tidak menerima do’a dari hati yang lupa
lagi lalai” [Hadits Hasan, lihat ash-Shahihah:596] Do’a yang dipanjatkan seorang
hamba tidak akan memberikan pengaruh apa-apa baginya, selama hatinya hampa dari
mengingat Allah. Lalai dari Allah (sebagai Dzat yang menjadi tujuan do’anya),
justru akan membatalkan dan melemahkan kekuatan do’anya.
Menjaga Kehalalan
Darah
dan daging yang tumbuh dari makanan yang haram bisa menjadi penghalang utama
terkabulnya do’a seorang hamba, sekalipun hamba tersebut telah mewujudkan
faktor-faktor terbesar terkabulnya do’a. Disebutkan dalam hadits yang shahih:
وَمَطْعَمُھُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُھُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّ !یَا رَبِّ !لَ یُطِیْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ یَمُدُّ یَدَیْھِ إِلَى السَّمَاءِ یَا رَبِّذَكَرَ الرَّجُ یُسْتَجَابُ لِذٰلِكَ؟
“(Bahwasanya
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam) berkisah tentang seorang laki-laki
yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, dia mengangkat
tangannya tinggi ke langit seraya berseru, Yaa Rabb.... Ya Rabb....(menandakan
hajatnya yang sangat mendesak), namun (ternyata) makanan yang dikonsumsinya
haram, pakaiannya bersumber dari yang haram, dan tumbuh dari bekal yang haram.
Maka bagaimana mungkin do’anya akan dikabulkan?” [Shahih Muslim no. 1015]
Para ulama menjelaskan bahwa laki-laki yang dikisahkan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam dalam hadits di atas telah mengumpulkan beberapa faktor
terbesar yang bisa menyebabkan terkabulnya do’a, di antaranya adalah; kondisi
musafir, ditambah lagi kebutuhan genting yang mendesak, serta sifat ketundukan
dan kehinaan dalam meminta kepada Allah. Namun semua itu ternyata tidak berarti
apa-apa di hadapan Allah, karena sang hamba bergelut dengan keharaman dan jauh
dari yang halal.
Sikap Memelas Kepada Allah
Hendaknya seorang hamba menampakkan rasah butuhnya yang mendesak kepada
Allah tatkala berdo’a. Hendaknya ia memperlihatkan keputusasaannya dari segenap
kekuatan dan penolong kecuali dari Allah semata.
Di dalam Kitab az-Zuhd (hadits no. 7) karya Imam Ahmad rahimahullaah,
disebutkan bahwasanya seorang ulama salaf mengatakan: “Aku tidak menemukan
gambaran yang lebih pantas bagi seorang mukmin (ketika berdo’a) daripada gambaran
(rasa takut dan harap) seorang laki-laki di atas sepotong kayu di tengah
lautan, lalu dia menyeru; Yaa Rabb...Yaa Rabb..., agar sudi kiranya Allah
menyelamatkannya.” Jangan Tergesa-gesa dan Putus Asa Janganlah seorang hamba
berprasangka buruk kepada Allah dengan menganggap do’anya lambat terkabul atau
tidak dijawab sama sekali, sehingga ia menyerah dan berputus asa dari do’a.
Layaknya seorang petani yang menggarap lahan dan menanam, ia merawat dan menyiraminya,
namun ia menganggap tanamannya sangat lamban menghasilkan buah, sehingga ia
meninggalkan tanaman tersebut sampai layu dan akhirnya mati, diapun dipastikan
tidak memperoleh apa-apa.
Rasulullah
bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu’anhu:
یُسْتَجَابُ لِأَحَدِكُمْ مَالَمْ یَعْجَلْ یَقُوْلُ دَعَوْتُ فَلَمْ یُسْتَجَبْ لِيْ
“Akan
dikabulkan do’a seseorang di antara kalian selama ia tidak tergesa-gesa, dengan
mengatakan ‘aku telah berdo’a tapi tidak (atau belum juga) dikabulkan’” [Shahih
Bukhari no. 6340] Sedangkan di dalam Shahih Muslim (no. 2735) disebutkan bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda (yang artinya): “Senantiasa
akan dikabulkan do’a seorang hamba selama ia tidak berdo’a dengan do’a yang mengandung
dosa atau pemutusan silaturrahim, dan juga selama ia tidak tergesa-gesa.
Ditanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah r, apa yang dimaksud tergesa-gesa?
Beliau menjawab: Jika seseorang berkata; ‘Aku telah berdo’a dan berdo’a, namun
aku belum melihat do’a-ku dikabulkan, maka ia pun berputus asa lantas
meninggalkan do’a”
Mencari Waktu Ijabah
Di
antara waktu-waktu terkabulnya do’a berdasarkan dalil yang shahih adalah;
sepertiga malam yang akhir (kira-kira tengah malam sampai menjelang shubuh),
waktu antara adzan dan iqomah, pada saat turun hujan, saat sujud dalam shalat,
dan tentu saja pada saat berpuasa di bulan Ramadhan, sebagaimana disebutkan
dalam hadits:
لُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِالصَّائِمُ حَتَّى یُفْطِرَ، وَالْإمَامُ الْعَادِ :ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُھُمْ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak akan ditolak;
seseorang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’anya
orang yang terzhalimi.” [Hadits Hasan riwayat at-Tirmidzi, lih. Al-Kalimut
Thoyyib no. 163] Berdo’a Dengan Asma’ullaahil A’zhom Do’a akan semakin kuat pengaruhnya jika dihiasi
dengan Asma’ullaahil A’zhom, yaitu nama-nama Allah yang isitimewa nan agung.
Salah satunya adalah dengan membaca kalimat berikut ini sebelum mengutarakan
permintaan kepada Allah:
وَلَمْ یُولَدْ وَلَمْ یَكُنْ لَھُ كُفُوًا أَحَدٌھُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ أَنِّى أَشْھَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّھُ لاَ إِلَھَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِى لَمْ یَلِدْاللَّ
Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam bersabda ketika mendengar
seorang laki-laki yang berdo’a menggunakan kalimat di atas:
عْطَىوَالَّذِى نَفْسِى بِیَدِهِ لَقَدْ سَأَلَ اللَّھَ بِاسْمِھِ الأَعْظَمِ الَّذِى إِذَا دُعِىَ بِھِ أَجَابَ وَإِذَا سُئِلَ بِھِ أَ
“Demi Allah yang jiwaku dalam gengaman-Nya, sungguh
ia telah meminta kepada Allah dengan namaNya yang agung, yang mana jika Dia
diminta dengan nama tersebut, niscaya akan di-ijabah, dan jika Dia dimohon
dengan nama tersebut niscaya Dia akan memberi.” [Shahih Sunan Ibnu Majah no.
3857, al-Albani]